Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi di berbagai bidang dapat dikatakan berkembang secara pesat. Dalam bidang medis, saat ini banyak alternatif untuk mendapatkan keturunan. Seperti contohnya adalah embryo freezing dan frozen embryo transfer pada program bayi tabung.
Dalam proses bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF), seringkali terdapat embrio sisa. Tidak jarang, banyak pasangan yang bingung mau diapakan embrio sisa tersebut, apakah disumbangkan atau hendak dibuang.
Saat ini terdapat jalan lain untuk memanfaatkan sisa embrio tersebut, yakni dengan membekukan dan menyimpan embrio tersebut atau sering disebut embryo freezing.
Baca Juga: Teknologi Terbaru Bayi Tabung dengan Waktu Singkat
Apa Itu Embryo Freezing dan Frozen Embryo Transfer?
Proses pembekuan embrio atau embryo freezing ini biasa dikenal dengan “kriopreservasi embrio”. Tujuan utamanya adalah menyimpan embrio secara kriogenik dengan mempertahankan kelangsungan hidup embrio tersebut.
Sekitar 40% dari pasangan yang melakukan proses IVF memiliki sisa embrio yang dapat dibekukan dan disimpan untuk percobaan IVF selanjutnya. Hal ini sangat bermanfaat jika proses bayi tabung yang sebelumnya belum berhasil.
Selain sebagai sisa embrio, beberapa pasangan juga dapat melakukan embryo freezing dengan berbagai alasan, baik untuk alasan medis maupun sosial.
Sebagian orang sengaja memilih untuk membekukan embrio dan menunda kehamilan. Jika pasangan tersebut, terutama pihak ibu, sudah dalam kondisi sudah siap secara medis maupun mental, maka akan dilakukan pencairan embrio beku tadi dan akan dilakukan transfer ke rahim ibu. Prosedur ini disebut juga dengan proses Frozen Embryo Transfer (FET).
Embryo freezing juga digunakan dalam teknik Preimplantation Genetic Screening (PGS), di mana dilakukan tindakan biopsi pada embrio untuk melihat kelengkapan kromosom pada embrio tersebut, sehingga memerlukan proses pembekuan embrio dalam prosesnya.
Lalu Bagaimana Proses Pembekuan Embrio (Embryo Freezing) ?
Sisa embrio yang belum ditransfer ke tubuh ibu pada proses IVF dan embrio yang berhasil mencapai ke fase blastocyst (hari ke 5 setelah pembuahan) dibekukan melalui proses yang dinamakan vitrifikasi (ultra–rapid freezing).
Proses ini dimulai dengan meletakkan embrio tersebut ke dalam suatu larutan (cryoprotectant) dan secara cepat langsung dibekukan menggunakan nitrogen cair. Pembekuan yang sangat cepat ini memungkinkan terjadi pembekuan tanpa terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak jaringan.
Keberhasilan vitrifikasi mencairkan kembali embrio ke kondisi sebelum pembekuan jauh lebih baik dari teknik sebelumnya yang disebut teknik slow–freezing, sehingga meningkatkan pula keberhasilan kehamilan.
Apakah Kualitas Embrio akan Menurun jika Sudah Dibekukan?
Jika dibandingkan antara tingkat keberhasilan kehamilan menggunakanfrozen embryos dengan fresh embryos, dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Berapa Lama Proses Frozen Embryo Transfer?
Proses transfer embrio beku atau Frozen Embryo Tansfer (FET) mebutuhkan waktu kurang lebih 2 minggu, di mana ibu akan mendapatkan pengobatan dan monitoring pada kondisi rahimnya.
Namun proses pengobatan dan monitoring ini akan lebih cepat prosesnya dibandingkan pada proses IVF yang menggunakan fresh embryo. Proses pencairan embrio beku itu sendiri hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam yang kemudian dapat langsung dilakukan transfer ke rahim ibu.
Dengan alasan seperti inilah maka saat ini banyak pasangan yang mulai beralih menggunakan embryo freezing untuk proses kehamilan yang selanjutnya.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai prosedur dan proses dari embryo freezing, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter kandungan atau klinik IVF masing-masing.
Jangan lupa cek artikel lainnya mengenai kesehatan wanita dan kehamilan dari dr. Ivan Sini ya!
Written by : dr. Irham Suheimi, SpOG