Kehamilan umumnya dikatakan berlangsung selama 9 bulan, namun sebenarnya secara medis usia kehamilan dinyatakan dalam minggu dan hari.
Taksiran persalinan atau yang banyak dikenal sebagai estimated due date (EDD) dihitung sebagai 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT).
Diperkirakan hanya 4% wanita hamil yang akan melahirkan pada tanggal taksiran persalinan mereka. Normalnya durasi kehamilan adalah 37-42 minggu, yang disebut sebagai kehamilan cukup waktu ( term).
Mengenal Kehamilan Lewat Waktu (KLW)
KLW merupakan kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu atau 294 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya KLW dilaporkan sebanyak 3-12%.
Pada kondisi ini, kehamilan berlangsung hingga memasuki minggu ke-43. Jika dihitung, 43 minggu berarti kurang lebih 9,89 bulan, atau memasuki hari ke 295-301.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan usia kehamilan, mengingat sebagian besar KLW disebabkan oleh salah menghitung usia kehamilan (inaccurate dating). Idealnya, usia kehamilan ditentukan saat awal kehamilan.
Meskipun HPHT secara tradisional dapat digunakan untuk memperkirakan taksiran persalinan, namun metode ini tidak akurat terutama bagi wanita yang memiliki siklus haid tidak teratur.
Variasi waktu ovulasi dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan usia kehamilan yang berakibat pada taksiran persalinan yang lebih cepat atau lebih lambat dari seharusnya.
Penentuan usia kehamilan secara akurat membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada awal kehamilan (di bawah 20 minggu).
Apa Penyebab Terjadinya Kehamilan Lewat Waktu?
Pada sebagian besar kasus KLW, penyebabnya tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko KLW, yaitu:
- janin laki-laki
- kehamilan pertama
- adanya riwayat KLW pada kehamilan sebelumnya
- faktor genetik.
Wanita yang dilahirkan ‘lewat waktu’ memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami KLW juga.
Komplikasi Kehamilan Lewat Waktu
KLW memiliki risiko terkait ibu dan janin seperti yang tercantum di bawah ini.
Risiko pada janin dan bayi baru lahir:
1. Kematian janin atau bayi baru lahir
Risiko kematian perinatal pada usia kehamilan 42 minggu meningkat dua kali lipat dibanding pada usia 40 minggu, meningkat 4 kali lipat pada 43 minggu, dan 5-7 kali lipat pada 44 minggu.
2. Ukuran bayi yang besar
Bayi yang dilahirkan lewat waktu berisiko mengalami komplikasi terkait ukuran yang besar (makrosomia, yakni berat bayi melebihi 4500 gram) yaitu mengalami persalinan yang lama dan sulit hingga potensi trauma persalinan (patah tulang atau cedera saraf) terutama jika terjadi kesulitan melahirkan bahu yang besar (distosia bahu).
3. Aspirasi mekonium
Setelah lewat waktu, janin cenderung menghasilkan mekonium (feses) yang berasal dari saluran pencernaan yang kemudian dialirkan ke cairan ketuban.
Dalam kondisi stress, ada kemungkinan janin akan menghirup cairan ketuban yang mengandung mekonium ini sehingga menyebabkan masalah pernafasan saat bayi lahir.
Sindroma aspirasi mekonium merupakan suatu kesulitan pernapasan yang ditandai dengan frekuensi napas yang meningkat, sianosis (badan kebiruan), dan penurunan kapasitas paru pada bayi baru lahir yang terpapar mekonium di dalam rahim dan banyak terjadi pada bayi yang dilahirkan lewat waktu.
4. Fetal dysmaturity
Hal ini disebut juga sebagai ‘Sindroma Postmatur’yang mengacu pada terhambatnya pertumbuhan janin di dalam rahim setelah lewat waktu karena penurunan aliran darah ibu melalui plasenta ke janin.
Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat akibat cairan ketuban yang berkurang (oligohidramnion), keluarnya mekonium, maupun komplikasi jangka pendek bayi baru lahir (gula darah rendah, kejang, gangguan pernapasan).
Risiko pada ibu:
1. Kesulitan persalinan
2. Peningkatan insiden laserasi (robeknya) perineum berat (derajat 3 dan 4) akibat makrosomia
3. Kenaikan tingkat tindakan operatif persalinan pervaginam (vakum dan forceps) maupun tindakan operasi sesar.
Mencegah KLW dengan Pemantauan Janin Antenatal
Untuk meminimalisir resiko – resiko dari KLW, sangat dianjurkan bagi para ibu melakukan pemantauan janin antenatal.
Tes ini memberikan informasi tentang kondisi janin untuk menentukan risiko dan manfaat melanjutkan kehamilan. Pemantauan umumnya mulai dilakukan pada 41 minggu sebanyak dua kali seminggu.
Metode pemantauan janin dilakukan melalui beberapa cara, antara lain ‘Nonstress Testing’ (memonitor denyut jantung janin melalui alat kecil yang ditempatkan di perut ibu), dan ‘Biophysical Profile’ (meliputi ‘Nonstress testing’ dan USG untuk menilai jumlah cairan ketuban dan aktivitas janin).
Lalu, Sampai Kapan Harus Menunggu?
Keputusan yang harus diambil saat berhadapan dengan KLW adalah menentukan waktu yang tepat untuk kelahiran.
Pada kasus tertentu seperti pada hasil tes kondisi janin yang tidak baik, cairan ketuban yang sedikit, pertumbuhan janin terhambat, atau pada penyakit tertentu yang diderita ibu seperti hipertensi dan kencing manis, maka kehamilan bisa diakhiri lebih awal yaitu pada 40 minggu bahkan 39 minggu.
Pada kehamilan risiko rendah umumnya dilakukan induksi (perangsangan) persalinan elektif pada 41 minggu.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa induksi pada usia kehamilan ini tidak meningkatkan angka operasi sesar dan tidak menambah kesakitan maupun kematian pada janin. Hal ini justru baik ibu maupun janin memperoleh manfaat dari induksi rutin di usia 41 minggu pada kehamilan risiko rendah dengan usia hamil yang akurat.
Manfaat yang bisa diperoleh antara lain penurunan kejadian kesulitan persalinan dan sindroma aspirasi mekonium disamping juga ‘cost-effective’. Namun pada beberapa kehamilan dengan perkiraan janin makrosomia dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan dengan operasi sesar.
Baca Juga: Kehamilan Tidak Normal dan Cara Menanganinya
Written by: dr. Mira Myrnawati, SpOG